Selasa, 07 Juli 2009

Lho, Mahasiswa Kok Hobi Tawuran.........?


Lho, Mahasiswa Kok Hobi Tawuran.........?

Oleh : Titiek Hariati
MAHASISWA tawuran sedang menjadi mode. Betapa "eloknya" contoh ini buat adik-adiknya yang masih SMA ke bawah. Namanya saja "maha", yang artinya "embahnya" siswa dan yang diteladani siswa. Tidak saja di kampus kampus tidak terkenal, bahkan sudah menjalar ke kampus-kampus ternama yang seharusnya menjaga citra.
Alasannyapun beragam. Bentrok dengan petugas sampai berdarah -darah, karena tidak adanya kesepakatan antara kedua kelompok sewaktu terjadi demo. Mungkin ini masih keren karena biasanya semakin berdarah semakin menjadi berita dan menuai simpati publik. Apalgi bila pesan demonya merupakan isu nasional maka lahirlah pahlawan pahlawan kampus yang melegenda.
Yang konyol adalah ketika terjadi bentrokan dan perdarahan akibat "eyel eyelan " (saling tidak mau mengalah) dua kelompok mahasiswa dari sesama maupun beda kampus, dengan alasan yang sebetulnya kurang layak diperdebatkan hingga berdarah darah. Ke mana wajah mahasiswa Indonesia yang di masa lampau sedemikian harum dan menjadi tumpuan harapan masyarakat?
Memilukan. Maka sudah lebih dari saatnya setiap kampus secara serius harus menerapkan Character Building Program mulai awal semester hingga menjadi wisudawan/wati. Menjadi sarjana saja tidaklah cukup tanpa didasari dengan kepemilikan karakter yang mumpuni sebagai seorang warga masyarakat dewasa yang khas Indonesia. Antara lain: beretika ketimuran dan beriman, ini mungkin pada intinya meskipun program ini dapat saja dibuat modulnya dalam 8 semester.
Percuma menyandang gelar hingga tidak cukup dicetak di atas kartu nama kalau tidak beretika dan berakhlaq sebab sarjana -sarjana seperti ini sudah bisa dipastikan akan menjadi koruptor, penjahat politik atau ulama ulama palsu. Bahkan seharusnya program pembinaan karakter ini sudah semestinya dimulai sejak TK, secara berkesinambungan dan dapat dijadikan Kurikulum Nasional sebab membentuk manusia Indonesia seutuhnya memang tidak dapat secara sepotong sepotong.
TK akan berlanjut pada SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi atau apapun pilihannya, tetap seorang siswa akan mendapatkan pembinaan karakter ini secara berkelanjutan dan masuk kedalam penilaian kelulusannya. Kalau anak-anak kita hanya sekedar mengejar nilai, dikawatirkan beberapa dekade ke dapan akan lahir manusia-manusia Indonesia yang brilian namun tidak membawa manfaat positif bagi peradaban dunia. Inikah wajah pendidikan kita?
Dan adakah Capres yang secara serius mempedulikan isu krusial ini selain blusukan ke pasar-pasar dan lain-lain? (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar